widgets

Sabtu, 22 Februari 2014

Hari ini, ....

 

Hari ini, aku berdiri disini.
Hari ini, aku melihat kau kembali.
Hari ini, aku lihat kau ceria berseri-seri.

Tapi,


Tak ada hari   yang bercerita itu kepadaku lagi,
Tak ada hari   yang sekedar permisi atau berbasa-basi,
Tak ada hari   yang menganggapku ada untuk berbagi,

Namun,


Biarlah jika itu bisa membahagiakan hari-harinya,
Biarlah harapan itu tetap tergantung, tanpa ada sedikitpun kata-kata terucap dari bibirnya,
Aku hanya ingin tersenyum dan bersuka cita untuknya,

dan

Hari ini, cukuplah aku tersenyum melihat kau berbahagia, …..


Minggu, 16 Februari 2014

Baru saja telingaku dipenuhi cerita tentang kamu yang masih menyisipkan cinta pada usainya kisah kita. Memang bukan suatu pertengkaran yang membuat kita memutuskan tidak lagi berpasangan, tapi justru itulah yang kutakutkan.Cerita kita mungkin terlihat selesai, tapi rasa masih dengan mudah terangkai dan mengijinkan kita saling berandai-andai. Masih saling merasa memiliki, meski segalanya telah diakhiri.

Alasan penyelesaian yang susah diselesaikan adalah saat kita mendahului kata ‘selesai’ agar tak menjumpai luka yang nantinya takkan usai. Jangan bertanya padaku “Apa peduli itu masih ada?”. Hey, seluruh perasaan istimewa itu mutlak milikmu. Akupun tak butuh sebuah tanda untuk tahu bahwa peduli darimu masih ada. Tahta hati masih tersisa untuk kau duduki. Tapi pintunya sudah kututup rapat-rapat, karena memang semestinya kita tak lagi terikat.

Selain bertemu, aku berusaha semaksimal mungkin untuk tak menghubungimu. Bukan aku tak rindu, tapi ini pencegahan lahirnya angan-angan baru. Buanglah topeng pura-pura kita. Jika bahagia tunjukkan saja, jangan melepas kalau tak rela. Karena pada akhirnya kita hanya bisa menerima. Pelan-pelan, selama waktu berjalan perenggangan ini pasti mendewasakan. Hilangkan angan-angan, terbiasalah dengan penerimaan. Dalam hidupmu, aku adalah persinggahan yang kini termasuk dalam bagian sebuah perjalanan.

Mungkin memang tak seharusnya kita terikat sebagai pasangan, mungkin beginilah caraTuhan menjauhkan kita untuk tak saling melukai perasaan.
Ketika senja mulai menepi
Bukan berarti gelap yang akan kau dapat
Tapi indahnya bintang dan bulan yang menyemarakkan langitmu *

Jumat, 07 Februari 2014

KETIKA AKU MERINDUKANMU


Ketika kupejamkan mata, itu bukan berarti aku tertidur. Aku hanya rindu sosokmu, 
yang kini hanya bisa kutemui dalam pejaman mataku. Kau menghilang bersamaan
dengan terbenamnya sang mentari yang diselimuti oleh senja  yang  begitu  indah. 
Mungkin, esok pagi sang mentari pasti akan datang kembali. Tapi,  apakah  begitu 
juga denganmu? Apakah kau akan kembali  untuk  mengusir  segala  kesepian ini? 
Ahh.. rasanya anganku terlalu berlebihan, bagaimana  mungkin kau mau menemui
seekor angsa yang sedang belajar untuk terbang kembali? Ketika  sayapnya penuh 
dengan darah dan goresan luka yang kausebabkan. Mustahil! karena  kaumemang
tak punya hati. 

Aku lupa, bahkan  aku  tak  ingat  lagi  entah  sudah  yang  keberapa  kali rindu ini  
membuat mataku  membengkak, membuat  tidurku  tak  nyenyak juga membuatku
tak  bisa  bernafas;  sesak.  Apakah   kautak   merasakan   rindu   yang  kutitipkan
lewat angin yang  berhembus secara perlahan? Lewat hujan yang sering kali jatuh
tak  beraturan?  Juga  lewat  kupu-kupu  yang  mungkin sudah  kelelahan  mencari
sosokmu   yang   tak   juga   muncul   kepermukaan.  Sudahlah!   mungkin   angin,
kupu-kupu, juga hujan sedang lupa ingatan. 

Aku sadar, seekor angsa tak akan  mungkin  berdampingan  dengan  seekor singa
yang gagah. Tapi,  apa  salah  jika  kau  kurindukan? Seperti pagi yang rindu akan 
malam, seperti pelangi  yang tak lelah menunggu redanya hujan, juga seperti aku 
yang kini kehilangan arah sejak kautinggalkan. Memang, dalam  wajahku  tak ada 
kesedihan, tak ada air mata juga guratan luka. Tapi, tahukah kamu? Ada  sembilu 
yang kini tertancap di dada kiriku setelah kepergianmu.

Sekarang aku mengerti, cinta tak mudah berubah jadi benci,  meski  kini kautelah 
pergi, meski kautinggalkan aku sendiri, namun  cinta  ini  malah semakin  tumbuh,
bahkan melebihi dugaanku. Dan ketika aku merindukanmu itulah saat dimana aku
merasa   benar-benar   lemah - tak - berdaya,  karena  rindu  ini  lah  yang kerap
kali memaksaku untuk menyerah.

Aku menulis ini ketika air mataku tak mampu lagi untuk terjatuh,
aku menulis ini ketika mulutku tak mampu lagi untuk berkeluh, dan
aku menulis ini ketika aku tak tahu lagi bagaimana caranya mengobati
rinduku padamu, yang semakin hari semakin menyiksaku.
Sayang, kembalilah, temani aku meski hanya dalam genangan air hujan; kenangan. :')