widgets

Jumat, 07 Februari 2014

KETIKA AKU MERINDUKANMU


Ketika kupejamkan mata, itu bukan berarti aku tertidur. Aku hanya rindu sosokmu, 
yang kini hanya bisa kutemui dalam pejaman mataku. Kau menghilang bersamaan
dengan terbenamnya sang mentari yang diselimuti oleh senja  yang  begitu  indah. 
Mungkin, esok pagi sang mentari pasti akan datang kembali. Tapi,  apakah  begitu 
juga denganmu? Apakah kau akan kembali  untuk  mengusir  segala  kesepian ini? 
Ahh.. rasanya anganku terlalu berlebihan, bagaimana  mungkin kau mau menemui
seekor angsa yang sedang belajar untuk terbang kembali? Ketika  sayapnya penuh 
dengan darah dan goresan luka yang kausebabkan. Mustahil! karena  kaumemang
tak punya hati. 

Aku lupa, bahkan  aku  tak  ingat  lagi  entah  sudah  yang  keberapa  kali rindu ini  
membuat mataku  membengkak, membuat  tidurku  tak  nyenyak juga membuatku
tak  bisa  bernafas;  sesak.  Apakah   kautak   merasakan   rindu   yang  kutitipkan
lewat angin yang  berhembus secara perlahan? Lewat hujan yang sering kali jatuh
tak  beraturan?  Juga  lewat  kupu-kupu  yang  mungkin sudah  kelelahan  mencari
sosokmu   yang   tak   juga   muncul   kepermukaan.  Sudahlah!   mungkin   angin,
kupu-kupu, juga hujan sedang lupa ingatan. 

Aku sadar, seekor angsa tak akan  mungkin  berdampingan  dengan  seekor singa
yang gagah. Tapi,  apa  salah  jika  kau  kurindukan? Seperti pagi yang rindu akan 
malam, seperti pelangi  yang tak lelah menunggu redanya hujan, juga seperti aku 
yang kini kehilangan arah sejak kautinggalkan. Memang, dalam  wajahku  tak ada 
kesedihan, tak ada air mata juga guratan luka. Tapi, tahukah kamu? Ada  sembilu 
yang kini tertancap di dada kiriku setelah kepergianmu.

Sekarang aku mengerti, cinta tak mudah berubah jadi benci,  meski  kini kautelah 
pergi, meski kautinggalkan aku sendiri, namun  cinta  ini  malah semakin  tumbuh,
bahkan melebihi dugaanku. Dan ketika aku merindukanmu itulah saat dimana aku
merasa   benar-benar   lemah - tak - berdaya,  karena  rindu  ini  lah  yang kerap
kali memaksaku untuk menyerah.

Aku menulis ini ketika air mataku tak mampu lagi untuk terjatuh,
aku menulis ini ketika mulutku tak mampu lagi untuk berkeluh, dan
aku menulis ini ketika aku tak tahu lagi bagaimana caranya mengobati
rinduku padamu, yang semakin hari semakin menyiksaku.
Sayang, kembalilah, temani aku meski hanya dalam genangan air hujan; kenangan. :') 

Tidak ada komentar: